JAKARTA - Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada enam penyimpangan terkait pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta. Enam penyimpangan itu ada di proses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga dan penyerahan hasil pengadaan tanah.
Temuan BPK ini telah disampaikan ke KPK. Tapi, KPK terkesan tidak serius menindaklanjutinya. Malah, kasus ini berhenti. Menurut BPK, jelas ada kerugian negara yaitu 191 miliar. Sejumlah saksi telah bicara.
Di kasus Sumber Waras, jelas ada ketidakberesan. Diduga ada yang maling uang negara. KPK diam. KPK tidak bergeming. KPK tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Bahkan cenderung membiarkan Ahok, Gubernur DKI saat itu berseteru secara terbuka dengan pimpinan BPK DKI di depan publik.
Giliran terkait Formula E, publik jelas membaca KPK terkesan sengaja memburu Anies. Ada semacam upaya paksa untuk mentersangkakan Anies. Formula E diubek-ubek. Dicari-cari kesalahannya. Padahal, rekomendasi BPK terhadap Formula E clear. Tidak ada masalah, dan Formula E bisa digelar. Tidak ada korupsi. Tidak ada kerugian negara. Tidak ada yang maling.
Masalahnya hanya satu: karena Formula E itu pekerjaan Anies. Bukan hanya tidak boleh sukses, tapi dicari-cari kesalahan yang memungkinkan untuk menjadikan Anies tersangka.
Perlakuan KPK terhadap Formula E berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap Rumah Sakit Sumber Waras. Yang menurut BPK, Rumah Sakit Sumber Waras jelas ada unsur korupsi, tapi dibiarkan. Yang clear, dicari kesalahannya. Publik melihat perbedaan perlakuan ini begitu jelas.
Coba bayangkan, gelar perkara Formula E dilakukan delapan kali. Dipaksakan untuk naik ke penyidikan tanpa tersangka. Majalah Tempo bahkan mengungkap ada pressure yang begitu kuat kepada penyidik untuk menetapkan Anies tersangka. Menolak, lalu ada yang laporkan para penyidik itu ke Dewan Pengawas KPK, dengan tuduhan tidak jalankan perintah atasan. Kalau perintah atasannya tidak benar, kenapa harus diikuti?
Sejumlah penyidik kekeuh dan bertahan dengan memegang hasil penyelidikan. Intinya, tidak ada dua alat bukti, maka Anies tidak bisa ditersangkakan. Akibat kekeuhnya mereka, beberapa penyidik senior dikembalikan ke institusinya. Apakah ini artinya para penyidik itu sengaja diiusir dari KPK?
Beberapa bulan lalu, seorang mantan penggede di KPK bilang ke saya: Anies hanya bisa dijadikan tersangka kalau para penyidik itu diganti. Ternyata, mereka sekarang telah disingkirkan. Apakah ini tanda akan adanya kenekatan KPK untuk tersangkakan Anies?
Rusaklah penegakan hukum di negeri ini jika aparat penegak hukum ikut bermain politik. Ini semua terjadi karena Anies kandidat kuat untuk menjadi Presiden RI 2024. Publik membaca semua kegaduhan di KPK adalah bagian dari upaya menjegal Anies nyapres.
Atas kenekatan ini apakah Koalisi Perubahan akan diam? Apakah para relawan Anies juga diam? Apakah para aktifis hukum diam? Apakah kelompok-kelompok aktifis yang tidak mendapat panggung di 2024 tidak akan memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan ledakan politik?
Nekat, dan benar-benar nekat jika Anies dikriminalisasi. Rakyat akan putus asa jika kriminalisasi nekat dilakukan. Frustasi rakyat yang terlanjur berharap adanya perubahan di 2024 akan mendorong lahirnya tindakan-tindakan yang sama nekatnya. Nekat ketemu nekat, ini bisa menyebabkan terjadinya ledakan yang dahsyat.
Jika itu terjadi, lenyap sudah demokrasi yang kita rintis sejak era rreformasi berdiri. Lenyap sudah stabilitas keamanan dan politik yang selama ini kita jaga bersama. Ledakan berpotensi memporakporandakan semuanya. Yang tersisa adalah permusuhan yang berkepanjangan. Persatuan sebagai anak bangsa akan terkubur seiring dengan ambisi dan ego sejumlah elit yang gegabah mempermainkan dan mempertaruhkan hukum di meja politik.
Jakarta, 23 Pebruari 2023
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Baca juga:
20 Adegan Rekonstruksi Pembunuhan Istri Muda
|