Hendri Kampai: PPN Naik, PPh Dibiarkan, Beban Rakyat Kecil Bertambah, yang Kaya Tetap Nyaman

    Hendri Kampai: PPN Naik, PPh Dibiarkan, Beban Rakyat Kecil Bertambah, yang Kaya Tetap Nyaman

    PEMERINTAHAN - Bayangkan sebuah pagi yang tenang di sebuah desa kecil, di mana masyarakatnya hidup dari hasil bertani dan berdagang. Di warung kopi di sudut desa, para warga berkumpul, membicarakan kabar tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pak Tono, seorang petani, tampak gelisah. “Kalau PPN naik, pupuk dan alat-alat pertanian pasti ikut mahal. Hasil panen saya makin kecil untungnya, ” keluhnya kepada teman-temannya.

    Bu Siti, yang biasa menjual sayur di pasar, mengangguk setuju. “Benar, Pak. Harga barang kebutuhan pokok pasti ikut naik. Orang-orang jadi makin pilih-pilih belanja. Saya takut, dagangan saya nggak laku lagi.”

    Kenaikan PPN memang seperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Ketika pajak konsumsi naik, harga barang-barang ikut melonjak. Tidak hanya barang mewah, tapi juga barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, minyak goreng, hingga gula. Dampaknya dirasakan oleh semua kalangan, dari yang miskin sampai yang berada. Namun, dampak terbesar tentu menghantam rakyat kecil yang sudah sejak awal berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

    Sebaliknya, coba kita pikirkan sejenak: bagaimana jika yang dinaikkan adalah Pajak Penghasilan (PPh)? Sistem pajak progresif memastikan bahwa orang-orang yang memiliki penghasilan lebih besar akan membayar pajak lebih tinggi. Dengan begitu, beban pajak lebih adil. Orang-orang yang berpenghasilan rendah tidak akan merasakan langsung dampaknya, karena kebutuhan mereka tetap terjangkau. Dengan sistem ini, pemerintah tetap mendapatkan pendapatan pajak yang lebih besar tanpa menambah beban masyarakat kecil.

    Namun, jika PPN terus dinaikkan, efeknya akan seperti bola salju. Para produsen akan kesulitan menekan biaya produksi. Ketika harga bahan baku naik, pabrik-pabrik kecil terpaksa mengurangi produksi, atau lebih buruk lagi, tutup. Para pekerja kehilangan pekerjaan, toko-toko mulai tutup karena daya beli masyarakat menurun. Inflasi melambung, dan dampaknya tidak hanya menghantam ekonomi, tapi juga keamanan nasional.

    Coba bayangkan sebuah kota besar di mana jalan-jalan dipenuhi demonstrasi. Orang-orang turun ke jalan, menuntut keadilan. Mereka bukan hanya protes soal kenaikan harga, tapi juga rasa putus asa karena kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Di sudut lain, anak-anak tidak bisa lagi makan dengan layak karena harga susu dan kebutuhan pokok melonjak. Masyarakat yang lapar dan putus asa bukan hanya ancaman bagi stabilitas sosial, tapi juga ancaman bagi ketahanan nasional.

    Solusi sebenarnya sudah jelas: fokuslah pada peningkatan Pajak Penghasilan secara progresif. Dengan sistem yang lebih adil ini, negara tetap bisa mendapatkan pemasukan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan layanan kesehatan, dan pendidikan tanpa membebani mereka yang paling rentan. Pajak yang adil adalah pajak yang tidak menambah penderitaan rakyat kecil, tetapi malah memberi kesempatan bagi mereka untuk hidup lebih baik.

    Kembali ke warung kopi desa kecil tadi, Pak Tono dan Bu Siti tentu akan merasa lega jika kebijakan pajak diarahkan untuk melindungi mereka. Dengan harga kebutuhan pokok yang stabil, mereka bisa tetap bekerja, berdagang, dan berharap masa depan yang lebih cerah. Pajak, pada akhirnya, harus menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan menciptakan masalah baru.

    Jakarta, 22 Desember 2024
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai ppn pph indonesia orang miskin orang kaya
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Panglima TNI Buka Lomba Berkuda Piala Panglima...

    Berita terkait