Bahtsul Masail dan Kiai Zaini Mun'im

    Bahtsul Masail dan Kiai Zaini Mun'im
    Alm. KH. Zaini Mun'im Pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid

    Alhamdulillah. Malam hingga dini hari ini saya ditakdirkan tidak tidur untuk persiapan bahtsul masail di As-Suniyah, Kencong, Jember pada tanggal 19 Januari 2022. Persiapan ini bersama kawan-kawan lain dan juga anggota An-Nawawi Center.

    Jujur saja, dalam bidang diskusi dan musyawarah kitab kuning ini, saya tidak ahli-ahli banget. Tapi ikut bahtsu seperti ini merupakan ikhtiar untuk alim. Untuk berilmu. Supaya jadi orang mengerti dan menjawab persoalan yang ada dengan ilmu pula.

    Disela-sela diskusi dan berpikir saat sibuk merumuskan jawaban, saya jadi ingat pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid, yakni alm. KH. Zaini Mun’im. Tidak banyak yang mengenal dan tahu sosok beliau secara mendalam. Literatur biografi beliau sangat minim. Mungkin ada di website dan di buku selayang pandang pesantren Nurul Jadid. untuk buku penelitian mahasiswa Jogja yang ditulis Masyhur Amin dan Nasikh Ridwan, juga buku yang lebih kono lagi - kalau tidak salah ditulis oleh Rahwini - masih banyak belum memiliki akses terhadap buku tersebut. Entah memang tidak pernah dicetak ulang atau masih menuju jalan ke sana. Jadi tidak bisa disalahkan pula mengapa banyak yang belum mengenal Kiai Zaini yang bukan hanya itu-itu saja.

    Kiai Zaini merupakan sosok yang sangat ‘alim. Kiai As’ad Syamsul Arifin, dalam sebuah kesempatan pernah mengatakan bahwa tujuan didirikannya Ma’had Aly ini adalah mencetak kiai seperti Kiai Zaini. Saya mendengar riwayat ini dari Ust. Ahmad Husain Fahasbu. Alumnus Ma’had Aly Situbondo yang sekarang mengajar di Ma’had Aly Nurul Jadid.

    Selain itu, dalam buku sejarah pun disebutkan bahwa, Kiai Abd. Madjid Banyuanyar-Madura juga mengakui kealiman Kiai Zaini. Yang bila diterjemahkan dari bahasa Madura ke Bahasa Indonesia seperti ini, “ada santri saya yang sangat alim, namanya Zaini dari Galis, Madura yang saking alimmnya, saya yang mau mengaji kepadanya.”

    Sedangkan oleh salah seorang Habib di Malang, Kiai Zaini sangat diakui kepakarannya dalam bidang tafsir. Ketika merintis pesantren Nurul Jadid ini, Kiai Zaini sempat mendiktekan tafsir al-Qur’an pada santrinya. Metode seperti ini dinamai dengan tafsir qur’an bil imla’. Naskah asli karya beliau ini masih ada. Salah satunya yang ada di Gus Fahmi AHZ, putra Alm. Kiai Abd. Haq Zaini. Kiai Zaini sempat mendiktekan sampai surat al-Baqarah. Tak sampai selesai (khatam, red), beliau ditakdirkan untuk ke rahmatullah terlebih dahulu.

    Bahkan, keterangan yang penulis dapatkan dari Gus Fahmi, bahwa Kiai Zaini adalah sosok yang sangat menonjol dalam bidang keilmuannya. Kiai As’ad Syamsul Arifin pernah dawuh,  bahwa bila santri ingin alim,  ya belajarnya ke Kiai Zaini. Kiai Zaini Mun’im itu dari segi penampilan biasa saja. Hanya saja, ketika mengajar, ketika forum-forum akademik ilmiah, bahtsul masail, diskusi, musyawarah dan lain semacamnya, beliau adalah sosok yang begitu menonjol sekali. Kealimannya sangat tampak ketika berada di dalam forum-forum seperti itu.

    Sedangkan ketika berada di luar forum, beliau seperti orang biasa-biasa saja. Tidak membedakan diri, selalu menghormati orang lain dan membaur kepada santri, masyarakat dan tamu yang ada.

    Belum lagi kalau kita simak baik-baik perjuangan, sepak terjang serta kesabaran Kiai Zaini dalam berdakwah. Cita-cita luhur hingga proses demi proses kehidupan beliau, ingin menangis rasanya. Para santri di Nurul Jadid ini, rasanya eman betul bila tidak mengetahui perjuangan Kiai Zaini.

    Dalam situasi seperti ini lah, saya jadi teringat kealiman Kiai Zaini. Beliau yang terkenal sebagai singa podium, sangat menonjol di bidang keilmuan dan forum-forum ilmiah, ternyata masih belum diwarisi oleh para santri-santri. Lebih-lebih santri Ma’had Aly.

    Penulis masih banyak yang belum paham terkait konsep-konsep akad dalam fikih. ini adalah PR. Menyusun rumusan, tahqiqul mas’alah hingga menyimpulkan jawaban ini mirip-mirip dengan menulis karya tulis ilmiah. Hanya saja sistematikan penulisannya tidak baku. Berbeda dengan KTI. Ada susunan bakunya. Sehingga sistematis dan jelas.

    Masih ada beberapa jam lagi sebelum berangkat ke Jember. Insyallah nanti malam, saya, Faiq, Roni dan Ust. Mustain akan meluncur. Ada rencana akan mampir ke rumah saya. Alhamdulillah sekali, ketika memberitahu bahwa kami akan ikut bahtsu di Jember, malah disuruh ke rumah. Padahal belum minta. heheuy. 

    Alfian Haidar Ali

    Paiton, 18 Januari 2022.

    Ponirin Mika

    Ponirin Mika

    Artikel Sebelumnya

    TNI AL Tangkap 8 Kapal Pencuri Batu Bara

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait